Minggu, 15 April 2012

Penegakan hukum


Hukum sejatinya adalah suatu sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan, yang digunakan sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana.
Dari pernyataan diatas terpampang benar bagaimana kekuatan dan fungsi hukum sebenarnya. Indonesia, di masa orde baru hukum hanyalah menjadi instrument bagi penguasa untuk melanggengkan dan melegitimasi kekuasaan serta melindungi birokrasi dan ekskutif yang korup. Ketika itu lembaga-lembaga penegak hukum telah dikebiri dan sepenuhnya dibawah kontrol kekuasaan ekskutif, sehingga mereka tidak memiliki kemerdekaan dan independesi serta tak lepas dari intervensi elit penguasa.
Pada saat itu simbol keadilan yang dilambangkan oleh Dewi Themis yang tertutup matanya, sehingga digambarkan hukum menjadi tidak terlihat dan keadilan menjadi pilih-pilih juga diskriminatif. Hukum hanya ibarat “ jaring laba-laba ” yang hanya mampu menjaring serangga kecil yang tak berdaya, dan jaring hukum itu akan mudah robek dan terkoyak-koyak jika berhadapan dengan binatang besar dan kuat. Sekalipun itu terkesan sangat menggenerelasi, namun kebenarannya tidak dapat dinafikan begitu saja.
Banyak fenomena hukum yang tidak dapat dicerna oleh rakyat Indonesia. Setidaknya logika hukum masyarakat sulit menerima jika maling ayam begitu mudah dimasukkan ke dalam penjara, namun hukum menjadi tidak berdaya ketika berhadapan dengan terdakwa kasus korupsi kelas kakap hanya karena beralasan sakit atau sedang berobat keluar negeri. Sungguh ironis…Seperti juga ungkapan Bung Rhoma, “terlalu…”.
Era Reformasi, Apakah penegakan supremasi hukum berhasil..??,jawabannya TIDAK. Salah satu tolak ukur yang cukup signifikan untuk melihat sejauh mana penegakan supremasi hukum adalah sejauh mana keberhasilan pemberantasan korupsi yang setimpal.Harus diakui di era reformasi ini banyak sekali keberhasilan atas penyelesaian kasus-kasus korupsi dan dibuatnya perangkat undang-undang baru terhadap pelanggaran korupsi,namun secara garis besar belum terlihat perubahan yang cukup signifikan ke arah penegakan supremasi hukum.Hal ini didasari oleh fakta bahwa masih banyak pelaku KKN yang tidak dapat dijerat hukum,ini terkesan membuat kinerja perangkat keadilan negara sendiri seperti maju mundur, sehingga tidak menjalankan tugasnya dengan baik sebagai komponen hukum.
Bekerjanya sistem hukum ( penegakan hukum ) tidak dapat lepas dari tiga komponen, yaitu komponen substansi, komponen struktur, dan komponen kultur.Dua komponen terakhir ini yang tampaknya belum banyak direformasi sehingga penegakan supremasi hukum masih mengecewakan.Jika penegakan supremasi hukum ingin diwujudkan, lembaga penegak hokum sebagai komponen struktur harus dilepaskan dari pola dan kultur orde baru yang selama ini menjadi mind set aparat penegak hukum.Komponen kultur hukum merupakan bagian lain dari komponen sistem hukum yang masih memprihatinkan,baik dalam tataran institusi penegak hukum maupun masyarakatnya sendiri.
Peran serta masyarakat dalam supremasi hukum sangatlah strategis. Semua elemen yang ada di masyarakat memiliki hak dan harus berperan sebagai pengawal jalannya penegakan supremasi hukum, hal ini berkaitan karena jika tidak adanya penegakan hokum yang transparan terhadap masyarakat akan menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakadilan yang justru berpotensi menyebabkan masyarakat memberontak dan membuat fenomena pengadilan massa sehingga akan berdampak ketidakpercayaan masyarakat terhadap Negara.
Secara teoritis, supremasi hukum menuntut adanya unsur-unsur yang mencakup pendekatan sistemik,mengutamakan kebenaran dan keadilan, senantiasa melakukan promosi dan perlindungan HAM, menjaga keseimbangan moralitas institusonal, moralitas sosial dan moralitas sipil, serta penegakan hokum yang bermuara pada penyelesaian konflik, perpaduan antara tindakan represif dan tindakan preventif.Jika kondisi-kondisi tersebut dapat dipenuhi, maka insyaallah cita-cita penegakan supremasi hokum akan di wujudkan. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar